JAKARTA – Sebuah kedai kopi bertembok putih melengkung dengan logo biru yang mencolok pada bagian tengah begitu menarik perhatian di tengah keramaian Jalan Utama Fatmawati, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta.
Tempat yang diberi nama Sunyi House of Coffee and Hope itu didirikan oleh dua alumni Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) Mario Gultom dan Almas Nizar.
Seluruh pegawai yang ada di sana, mulai dari juru parkir, barista, sampai koki, adalah para penyandang disabilitas, sehingga pengunjung wajib menggunakan bahasa isyarat saat memesan kopi dan menu lain di Sunyi.
Awal mula Sunyi House of Coffee and Hope berdiri
“Ada orang pernah bilang ke aku, ‘kalau mau tolong orang, kumpulkan uang yang banyak, terus kasih ke mereka’. Padahal kalau uang itu habis, mereka akan susah lagi. Seharusnya, kita bikin wadah yang sustainable seumur hidup mereka. Itu baru namanya solusi,” tutur Mario seperti dikutip Kompas.com dari laman Ceritaprasmul.com, Rabu (15/12/2021).
Kata orang tersebut sempat membuatnya menghilangkan rencana Mario untuk terjun ke dunia socio-entrepreneurship dan membantu penyandang disabilitas. Padahal, keinginannya sudah ada sejak 2016, saat ia masih belajar marketing dan kewirausahaan di Universitas Prasmul.
Singkat cerita, Almas menjadi orang pertama yang menaruh kepercayaan pada ide Mario untuk memberdayakan penyandang disabilitas melalui bisnis kedai kopi.
“I believed in the idea (Saya percaya pada ide itu),” kata Almas, teman sekelas Mario di Universitas Prasmul yang juga menjadi rekan kerja di sebuah perusahaan.
Sesama alumni Universitas Prasmul, Mario paham betul pola pikir dan entrepreneurship mindset yang dimiliki Almas.
Almas mengaku, integritas adalah salah satu hal penting yang didapatkannya selama mengenyam pendidikan di Universitas Prasmul.
“Dari Prasmul, kami belajar bahwa bisnis yang baik itu berdasarkan opportunity dan problem. Kami percaya bahwa diskriminasi terhadap penyandang disabilitas adalah problem yang harus dipecahkan. Dari situlah asal-usul keberanian kami,” kata Almas.
Tidak asal eksekusi, Mario dan Almas telah melalui proses research dan brainstorming panjang sampai akhirnya mereka memiliki konsep yang firm, approved, tested, dan bisa launching Sunyi House of Coffee and Hope pada awal 2019 lalu.
“Memang tidak mudah, but just take the big step (tapi ambillah langkah yang besar). Kami jamin, ke depannya akan sangat rewarding,” ucap Almas.
Sementara itu, Mario menyarankan agar para pebisnis masa depan senantiasa menyelipkan nilai kemanusiaan dalam setiap idenya.
“Profit, people, planet. Jangan pernah lupa komponen tersebut sebagai pebisnis. Sekecil apa pun unsurnya, hal itu bisa memengaruhi satu orang, yang kemudian bisa memengaruhi orang berikutnya,” tutur Mario.
Ciptakan Indonesia yang lebih inklusif melalui kedai kopi
“Datang ke Sunyi dan melihat anaknya bekerja, salah satu orangtua dari karyawan kami hanya menangis. Ia bilang, ini pertama kalinya anaknya menjadi manusia,” sebut dua pendiri Sunyi House of Coffee and Hope.
Peristiwa itu membuat Mario dan Almas terenyuh. Upaya mereka untuk melakukan pendekatan dengan para penyandang disabilitas dan memberdayakan mereka melalui kedai kopi ternyata membuahkan hasil yang manis.
Sebelum mendirikan Sunyi, Mario dan Almas paham betul bahwa mereka harus beradaptasi dan mendekatkan diri ke komunitas-komunitas disabilitas.
Mereka pun belajar bahasa isyarat di Pusat Bahasa Isyarat Indonesia dan menjadi semakin akrab dengan teman-teman tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan lainnya.
Saat merekrut karyawan disabilitas untuk Sunyi pun, Mario dan Almas tidak memasukkan persyaratan khusus bagi para pelamar.
“Mereka sudah susah cari kerja, masa kami minta pengalaman? Kami mendahulukan semangat tinggi. Ternyata, (saat itu) ada ratusan orang yang mendaftar. Ini semakin membuktikan betapa banyaknya kaum disabilitas yang menganggur,” ujar Mario.
Demi menciptakan ruang kerja yang nyaman bagi para karyawannya, Mario dan Almas melaksanakan training menggunakan bantuan visual untuk berkomunikasi dengan para karyawan baru.
Mereka juga memodifikasi mesin dan peralatan di Sunyi agar ramah digunakan karyawan tunadaksa.
Kini, Sunyi House of Coffee and Hope memiliki seorang barista bertangan satu yang mampu mengoperasikan mesin espresso dan membuat latte art.
Sunyi pun telah bekerja sama dengan berbagai brand, seperti Grab Indonesia, Tropicana Slim, Nutrifood, dan MRT Jakarta.
Mario dan Almas berharap, pengalaman unik di kedai kopinya bisa terus diviralkan oleh para pengunjung. Dengan demikian, akan tercipta Indonesia yang lebih inklusif.
Mereka sadar betul bahwa kunci utama menjalankan bisnis adalah adaptasi.
Karenanya, saat pandemi Covid-19 melanda dunia dan membawa pengaruh besar pada dunia bisnis, Mario dan Almas mulai membuka layanan dine-in terbatas sesuai protokol kesehatan (prokes) yang ditetapkan pemerintah.
Mereka pun berupaya mengubah berbagai kegiatan di Kedai Kopi Sunyi menjadi acara daring, seperti kelas bahasa isyarat, pameran karya seni, hingga workshop.
Menolak goyah karena pandemi Covid-19, Mario dan Almas berencana mengembangkan bisnisnya ke Bintaro dan membuka sekolah bahasa isyarat di Kota Tua, Jakarta.
Semua upaya itu dikerahkan demi mewujudkan lingkungan yang ramah bagi para penyandang disabilitas di Tanah Air tercinta.
Penulis : Alifia Nuralita Rezqiana
Editor : Amalia Purnama Sari
Source : Kompas.com
No responses yet